SEJARAH MASUKNYA BELANDA KE TORAJA DAN TERBENTUKNYA RANTE KARASSIK
Terbentuknya
Rante Karassik tdk terpisahkan dgn sejarah Siambe' Pongmaramba. Beliau
adalah salah satu pemimpin/bangsawan dari Kesu' dan Tikala yg sangat
berpengaruh di Toraja pada sekitar tahun 1880 - 1916. Kehadiran tentara
Belanda di beberapa wilayah di sulawesi selatan, seperti Bone dan Luwu
telah diketahui beliau. Untuk menyusun strategi menghadapi tentara
Belanda, Siambe' Pongmaramba mengutus anak menantunya, Siambe'
Tangdirerung ke Bone, Sidenreng dan Mandar untuk mengamati langsung
pergerakan tentara Belanda serta juga bertemu dgn para penguasa di
daerah tersebut guna membicarakan cara terbaik menghadapi tentara
Belanda. Hasil pembicaraan dgn Raja-raja Bugis, khususnya Bone dan
Mandar, disimpulkan bhw Belanda memiliki persenjataan yg tdk mungkin
dilawan secara frontal. Kemudian pada September 1905 diadakan pertemuan
di Buntu Pune, salah satu kediaman Siambe' Pongmaramba membicarakan
sikap orang Toraja menghadapi tentara Belanda. Pertemuan Buntu Pune
dihadiri pemimpin-pemimpin terkemuka dari berbagai daerah di Toraja,
seperti Puang Tarongko, Bombing, Matandung, Pongtiku, Pongsimpin, dll.
Hasilnya menetapkan bhw "perang saudara", yaitu perang antar daerah di
Toraja dihentikan dan kekuatan diarahkan untuk melawan Belanda.
Pada bulan Maret 1906 tentara Belanda (MARSOSE) sdh memasuki Toraja dari Luwu melalui Balusu. Beberapa penguasa daerah yg dilalui tentara belanda mencoba melakukan perlawanan tetapi tdk mampu membendung keunggulan persenjataan belanda, dan dalam wkt singkat sdh berada di wilayah Rantepao, daerah kekuasaan Siambe' Pongmaramba. Menyadari kekurangan persenjataan yg dimiliki, akhirnya Siambe' Pongmaramba menyimpulkan bhw cara terbaik melawan Belanda adalah kooperatif sambil melemahkan kekuatan Belanda dari dalam. Strategi tersebutlah yg kemudian memungkinkan Siambe' Pongmaramba bersama beberapa pemimpin Toraja ditunjuk sebagai Kepala Distrik (Parengnge') Kesu" merangkap Parenge' Tikala pada tahun 1907.
Saat tentara Belanda memasuki Rantepao, Siambe' Pongmaramba masih berkabung, karena baru selesai melaksanakan upara adat pemakaman ayahhandanya (Sia Nek Lai' Pali') di Rante Menduruk (kini menjadi Markas Kodim 1414 Tator). Ketika tentara Belanda meminta pemondokan/lantang bekas upacara pemakaman, beliau terpaksa mengizinkan dgn perjanjin Belanda harus memindahkan semua Simbuang (Batu Menhir) ke lokasi yg dipilih siambe' pongmaramba. Lokasi upacara pemakaman keluarga Siambe' Pongmaramba akhirnya dipindahkan ke Karassik, yg kini dikenal sebagai "RANTE KARASSIK". Dari sekian banyak batu simbuang yg ada di rante menduruk, hanya 8 buah yg dpt dipindahkan Belanda dgn mengerahkan beratus-ratus orang dlm wkt berbulan-bulan. Sisa simbuang yg tdk sanggup dipindahkan tetap ada dan telah tertimbun di Rante menduruk, lokasi KODIM 1414 Toraja......
Pada bulan Maret 1906 tentara Belanda (MARSOSE) sdh memasuki Toraja dari Luwu melalui Balusu. Beberapa penguasa daerah yg dilalui tentara belanda mencoba melakukan perlawanan tetapi tdk mampu membendung keunggulan persenjataan belanda, dan dalam wkt singkat sdh berada di wilayah Rantepao, daerah kekuasaan Siambe' Pongmaramba. Menyadari kekurangan persenjataan yg dimiliki, akhirnya Siambe' Pongmaramba menyimpulkan bhw cara terbaik melawan Belanda adalah kooperatif sambil melemahkan kekuatan Belanda dari dalam. Strategi tersebutlah yg kemudian memungkinkan Siambe' Pongmaramba bersama beberapa pemimpin Toraja ditunjuk sebagai Kepala Distrik (Parengnge') Kesu" merangkap Parenge' Tikala pada tahun 1907.
Saat tentara Belanda memasuki Rantepao, Siambe' Pongmaramba masih berkabung, karena baru selesai melaksanakan upara adat pemakaman ayahhandanya (Sia Nek Lai' Pali') di Rante Menduruk (kini menjadi Markas Kodim 1414 Tator). Ketika tentara Belanda meminta pemondokan/lantang bekas upacara pemakaman, beliau terpaksa mengizinkan dgn perjanjin Belanda harus memindahkan semua Simbuang (Batu Menhir) ke lokasi yg dipilih siambe' pongmaramba. Lokasi upacara pemakaman keluarga Siambe' Pongmaramba akhirnya dipindahkan ke Karassik, yg kini dikenal sebagai "RANTE KARASSIK". Dari sekian banyak batu simbuang yg ada di rante menduruk, hanya 8 buah yg dpt dipindahkan Belanda dgn mengerahkan beratus-ratus orang dlm wkt berbulan-bulan. Sisa simbuang yg tdk sanggup dipindahkan tetap ada dan telah tertimbun di Rante menduruk, lokasi KODIM 1414 Toraja......
sumber : Bpk. Eddy Papayungan