Sekilas Sejarah Puang Balusu
(Ne' Matandung)
Balusu adalah sebuah daerah bagian utara dari kota Rantepao. Ne' Matandung adalah nama seorang yang pernah menjadi pemimpin lokal dari daerah ini. Bahkan beliau pernah bersama sama dengan masyarakat sekitar melakukan perlawanan terhadap Belanda di masa penjajahan.
Keterlibatan Ne' Matandung dalam perencanaan membunuh Controleur Brower atau pemerintah hindia Belanda di wilayah Oderafdeling Rantepao didasari karna kecongkakan dan keserakahan pemerintah Hindia Belanda terhadap masyarakat pribumi. Wujud nyata keserakahan Belanda pada saat itu adalah mewajibkan penduduk lokal membayar pajak dan megatur adat istiadat atau kebiasan masyarakat pribumi dengan berbagai alasan. Taktik Belanda saat itu adalah mengangkat dan memunjuk para pimpinan lokal sebagai kepala distrik untuk memudahkan rencana mereka dalam memperluas daerah jajahannya. Namun hal ini tentu menimbulkan kebencian dan kedengkian di mata masyarakat lokal termasuk Ne' Matandung sebagai penguasa Balusu ketika itu.Bukan hanya Ne' Matandung yang merasakan kebencian terhadap kaum Belanda. Beberapa kawan kawan Ne' Matandung yang juga penguasa lokal diwilayah lainnya juga menyimpan dendam terhadap Belanda. Dendam mereka sebenarnya telah lahir sejak sepuluh tahun sebelumnya dimana ketika itu Pongtiku sebagai sahabat mereka tewas tertembak di tangan Belanda.
Pada tahun 1917 maka berhimpunlah para pemimpin penguasa lokal ditoraja untuk merencanakan pembunuhan terhadap kaum penjajah. "Untendanni Salu Sa'dan" adalah sebuah semboyan atau kata sandi mereka. Target utama dalam rencana pembunuhan itu adalah Controleur Brower selaku Pemerintah Hindia Belanda wilayah onderafdeling Rantepao.
Rencana pembunhan terhadap Brower itu tertunda karna para pejuang tidak ingin melibatkan istri brower yang dalam keadaan hamil. Kekuatiran mereka adalah ketika Brower dibunuh didepan istrinya maka istrinyapun akan ikut tewas, dan hal demikian pantang bagi pajuang Toraja ketika itu.
Tertundanya pembunuhan terhadap Controleur Brower mengakibatkan lahirnya peristiwa bori 1917 dimana sang misionaris Antoni aris Van De Lossdtrecht tewas ditangan pejuang Toraja. Pembunhan terhadap sang misionaris itu bukanlah karna Ne' matandung dan kawan kawannya menolak Injil, namun pembunhan itu hanya karna semata mata A. A Van de Lossdrecht adalah seorang Belanda atau mata putih. Sementara para pejuang Toraja itu berprinsip bahwa mata putih atau Belanda adalah penjajah yang harus dibumi hanguskan.
Kematian Van De Loosdtrecht dipolitisasi oleh pihak Belanda dan menyebarkan Issue bahwa mereka yang terlibat dalam pembunuhan itu disebabkan karna mereka menolak Injil.
Semenjak itu para pemimpin lokal khususnya Ne' matandung sebagai penguasa Balusu terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Sekalipun dengan persenjataan yang jauh lebih sederhana dengan senjat musuh. Namun sayang perlawanan itu tidak berlangsung lama hingga mereka yang melawan ditangkap dan diasingkan ke nusakambangan, Bogor bahkan tanah Merah Papua.
Sangat Ironis bila hingga hari ini doktrin dari pihak penjajah masih menjadi pegangan dan pedoman bagi masyarakat toraja hingga melupakan jasa para pejuang toraja sendiri. Jasa mereka seakan terkubur bersama dengan raganya akibat dogma bangsa penjajah yang telah membius sebagai masyarakat toraja.
Jangan lupakan jasa mereka sekalipun ditangannya bersimbah darah sang Misionaris pengabar Injil karna dibalik pembunuhan itu tersimpan sebuah cita cita yang mulia yaitu untuk mempertahankan keutuhan Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo.
lampiran Foto - foto :
Buntu Pia tempat Ne matandung melakukan perlawanan terhadap Belanda
inilah Tongkonan Ne' Matandung ( Tongkonan KOLLO-KOLLO) |
Makam Puang Balusu Ne' Matandung |
dikutip dari Blog Gerakan Pemuda Pelajar Mahasiswa Toraja ( GEPPMATOR Makassar)
1 komentar:
info yang sangat bagus untuk dibaca
semua berita liverpool
Posting Komentar