“Perahu”
Lopi (bugis),biseang (makassar)
a. Mitologi Perahu
Perahu
menurut mitologi orang Bugis Makassar pertama-tama dibuat di Zaman
Sawerigading,salah seorang raja dari kerajaan Luwu purba. Ketika Sawerigading (Opunna Ware)mengajukan
hasratnya untuk menikah dengan saudara kembarnya yang bernama We Tenri
Abeng,dan maksud itu di tolak oleh We
Tenri Abeng karena hal itu tidak pernah terjadi dalam sejarah Luwu karena
jika hal ini terjadi akibatnya kerajaan akan hancur.berita mengenai
sawerigading berniat menikahi saudara kembarnya didengar oleh raja,raja menjadi
marah dan dipanggilnya seluruh anggota adat serta pembesar kerajaan untuk
membicarakan hal tersebut. Keputusannya adalah hal tersebut dikembalikan kepada
keduanya.Sawerigading mendatangi We Tenri Abeng untuk minta pendapatnya
sehubungan dengan keputusan pemimpin kerajaan,kemudian We Tenri Abeng menasehatkan
Sawerigading agar dia pergi ke tanah Cina(Bone) mencari jodoh yang wajahnya
serta bentuk tubuhnya mirip dengan dirinya yaitu opunna Cina yang bernama We Cudai.oleh Sawerigading dijawab bahwa
tidak mungkin karena perahunya sudah tua,oleh We Tenri Abeng disarankan agar
mengganti perahunya dengan yang baru ditunjuklah pohon Walerengnge di Mangkuttu,yaitu pohon dewata.setelah diputuskannya
hari penebangan pohon itu ternyata pohon itu tidak bisa terpotong.oleh We Tenri
Abeng disarankan agar mengadakan upacara sebelum ditebang.setelah pohon itu
tumbang,pohon tersebut langsung tenggelam kedalam perut bumi dan didapatkan
Pohon itu telah selesai dibuat Perahu kemudian
perahu tersebut diapungkan keatas permukaan laut di pantai kerajaan
Luwu.setelah perahunya selesai dibuat maka diputuskanlah hari
pemberangkatan,berlayarlah dia ke tanah Cina dan dia berhasil mendapatkan We
Cudai dan menikah setelah melalui
perjuangan berat.setelah agak lama di tanah Cina,tergugah hatinya untuk pulang
ke tanah Luwu tanpa mengingat sumpahnya,dalam perjalanan pulang bersama
permaisurinya We Cudai,perahunya pecah dan bagian-bagiannya terdampar di tiga
desa di Dati II Bulukumba,yaitu di Ara papan lunasnya,di Bira terdampar layar
dan tali temalinya sedangkan di Lemo-lemo terdampar sottingnya.inilah menurut
cerita yang menyebabkan penduduk di ketiga desa tersebut mempunyai keahlian
dalam membuat perahu terutama perahu Phinisi dengan mencontoh perahu
Sawerigading yang terdampar itu.
B. Cara Pembuatan Perahu
Jenis
perahu yang pertama dikenal oleh orang Bugis Makassar disebut Banta’ akan tetapi jenis ini tidak di
produksi lagi.Cara pembuatan perahu dikenal orang Bugis Makassar ada 2 yaitu:
1. Dibuat
dari satu batang kayu,dilubangi asa disebut perahu Garonggang/Lesung
aronggang/Lesung batangeng,jenis ini yang terkenal adalah Sampan (istilah dari
bahasa China “Senpan”),Lepa-lepa,sande,soppe,balolang,dan Jarangka.
2. Dibuat
dari papan,dari kayu bitti atau Jati yang disusun rapi dengan menggunakan paku
yang terbuat dari kayu Seppu,bakau,dan kanrung.yang lebih besar dari perahu
lesung dan daya angkutnya lebih banyak,jenis ini yang terkenal adalah Perahu
Phinisi(palari),perahu pajala,perahu Lambo,perahu Galle (untuk perang),perahu
Lette (juga dikenal di Madura),perahu baggo,perahu Patorani(menangkap ikan
terbang,Tarawani “Bugis”,Tuing-tuing “Makassar”),perahu Pagatan,dan perahu
Padewakang (menangkap teripang ke pantai utara Australia)
Perahu sebagai
salah satu unsur kebudayaan bugis Makassar yang berkembang sejak dahulu kala
telah mampu mengangkat nama Sulawesi Selatan sebagai pelaut ulung nusantara.Hal
ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Perahu
Phinisi mengarungi lautan pasifik sampai ke Vancouver (kanada) pada
September 1986.
Istilah
Phinisi ada yang memperkirakan berasal dari nama salah satu pelabuhan di laut
tengah yaitu “Venice” (di negara Italia) yang ramai dikunjungi oleh pedagang
rempah-rempah pada Zaman dahulu dari Indonesia dengan menggunakan perahu. Ada
pula yang memperkirakan bahwa nama phinisi berasal dari nama sejenis ikan yang
terdapat di perairan selat Makassar yang disebut “Pinisi”,ikan ini kecepatan
larinya dalam air melebihi ikan-ikan lainnya,mungkin hal inilah yang
menyebabkan sehingga perahu Phinisi biasa juga disebut perahu Palari,maksudnya
cepat larinya.
Di
tahun 1960an pernah diadakan perlombaan phinisi dari Ujung Pandang ke Jakarta
yang diberi nama Kopra Race. Pada
bulan Juli 1986 mulai dirintis pelayaran ke Vancouver kanada dengan menggunakan
perahu Phinisi Nusantara.
D. Kehidupan Sosial di Perahu
Untuk
menertibkan hubungan interaksi di perahu yang menggunakan tenaga lebih dari
satu orang seperti Phinisi,maka diadakanlah suatu pembagian tugas sebagai
berikut :
1. Punggawa
(nahkoda) tugasnya ialah menyelesaikan segala masalah yang ada hubungannya
dengan kehidupan di perahu (jadi sebagai hakim).dahulu selalu memakai
passapu,ikat kepala bila berada dalam perahu.
2. Juru
mudi tugasnya memegang guling/giling ( kemudi ) perahu.
3. Juru
batu tugasnya mengatur turun naiknya balango (jangkar).
4. Sawi
(kelasi) istilah sawi juga dipakai untuk pembantu tukang pembuat perahu.sawi
perahu terdiri menurut tugasnya:
Ø Sawi
yang bertugas memasak (Sawi pallu).
Ø Sawi
yang bertugas menjaga kebersihan,peralatan perahu dan sebagainya.
Ø Juragang
yang bertugas sebagai agen,dialah yang mengurus surat-surat dan muatan perahu.
Perahu-perahu
pengangkutan ukuran besar seperti Phinisi biasanya menggunakan 12/15 orang
tenaga.Mereka ini semuanya berada dibawah koordinasi Punggawa.bila terdapat
sawi yang mengadakan pelanggarannya misalnya menggunakan perahu tanpa izin
dikenakan hukum denda (gaji dipotong).tetapi bila pelanggarannya lebih berat
biasanya dipecat (disuruh turun dari perahu).Sebagai tindakan pengamanan,maka
setiap penumpang yang membawa senjata tajam harus menitipkannya kepada
punggawa,nanti setelah tiba di pelabuhan tujuan barulah boleh diambil kembali.
Sumber tulisan
: Perahu lopi (Bugis), biseang (Makassar)
Data, Muh.
Yamin.
Perahu lopi (Bugis), biseang (Makassar)
Published 1989 by Museum Negeri La
Galigo in Ujung Pandang .
Written in Indonesian.
Written in Indonesian.
1 komentar:
mARITim =)
Posting Komentar